Kamis, 29 Maret 2012

prostitution


Prostitusi dan “Sex Trafficking”
Stereotype yang muncul pertama kali dibenak sebagian besar orang ketika mendengar kata “Prostitusi” mungkin adalah stereotype yang negatif, seperti perdagangan sex, “wanita nakal”, AIDS, “pria hidung belang”, dll. Berbicara mengenai prostitusi seperti membicarakan sesuatu yang tak berujung, pro kontra yang ada membuat masalah ini tak kunjung selesai. Umumnya, dalam setiap diskusi pihak yang paling disoroti atau fokus dalam masalah ini adalah pihak perempuan, sementara pihak laki-laki dimana yang menjadi pelanggan/pembeli tidak begitu dipermasalahkan, padahal seperti yang kita tahu bahwa hukum pasar “ada penjualan ketika ada pembelian (atau sebaliknya). Selain itu ada pihak-pihak lain yang mendukung profesi ini, seperti mucikari atau bahkan pihak-pihak yang merasa diuntungkan dengan profesi ini. Banyak pihak yang menawarkan penghasilan yang tinggi dengan pekerjaan yang mudah ditengah permasalahan ekonomi yang banyak dialami sekarang ini dengan “embel-embel” bekerja diluar negeri, tapi akhirnya memasukkan mereka kedunia prostitusi.
Untuk itu untuk mengatasi masalah ini tidak hanya fokus kepada pihak perempuan saja, tetapi juga kepada pihak-pihak lain yang ikut terlibat didalammya. Ada beberapa negara yang mengatasi masalah ini dengan melegalkan profesi ini sebagai pekerjaan yang sah dan dilindungi, seperti di Amsterdam, Jerman, dan beberapa negara lainnya. Beberapa alasan untuk melegalkan profesi ini adalah demi keamanan para pekerja dan pelanggan serta pemerintah bisa mendapatkan pajak dari profesi ini.
Menurut pendapat saya dengan melegalkan prostitusi bukanlah solusi yang paling tepat, karena justru akan semakin membuat profesi ini tumbuh subur. Adapun cara yang paling tepat menurut saya adalah dengan menghentikan “demand”/permintaan. Nah, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana caranya????. Ataukah dengan memberikan sangsi pada pihak-pihak yang terkait, hukuman pidana, atau apa menurut anda para pembaca?????????

Kamis, 08 Maret 2012

komunitas

final project dari kuliah cross cultural understanding adalah setiap mahasiswa harus join di salah satu komunitas baru, yang belum diikuti sebelumnya.
komunitas yang akan sayai kuti adalah "Komunitas Guru Sekolah Minggu GKI Klasis Solo", komunitas ini sebagai wadah bagi guru- guru sekolah minggu di GKI di wilayah Solo dan Sekitarnya. dalam komunitas ini, para guru sekolah minggu menyusun program kerja yang akan dilakukan selamasatu tahun untuk para murid sekolah inggudan guru sekolah minggu.   Acara yang biasanya dibuat adalah retreat, pembinaan, natal dan paskah bersama. tujuan dari kegiatan yang dilakukan ada;ah untuk meningkatkan spiritualitas dan keakraban para siswa dan guru sekolah minggu. salah satu program baruyang belum pernah diadakan sebelumnya adalah pertukaran mengajar guru sekolah minggu, dimana guru- sekolah minggu dari gereja satu bertukar mengajardi gereja lainnya.
saya mendapatkanke sempatan untuk mengajar di GKI Kartasura pada tanggal 25 Maret 2012 mendatang. dengan mengukuti komunitas ini saya berharap bisa meningkatkank emampuan mengajardi  sekolah minggu, serta menambah spiritualitas dan menambah teman baru.

inilah gambaran singkat yang bisa saya sampaikan, untuk lebih lengkapnya tunggu presentasi yang akan datang ya....GBU

Kamis, 01 Maret 2012

Racism In Indonesia

Racism is the belief that inherent different traits in human racial groups justify discrimination. In the modern English language, the term "racism" is used predominantly as a pejorative ephitet.  Racism is popularly associated with various activities that are illegal or commonly considered harmful, (http://en.wikipedia.org/wiki/Racism).

As a result, racial violence has become a common phenomenon in Indonesia. Unlike the United States or South Africa, where racism is based on skin colour, racism in Indonesia manifests itself through discrimination based on ethnicity and religion. This has given rise to human rights violations in the social, economic, political, legal and cultural spheres of society. In 1998 women of Chinese descend were targeted for rape, the rest of the ethnic Chinese community for assault, looting, and murder. Such atrocities occurred in major cities such as Medan, Makassar, Jakarta and Solo. Racial riots occurred also between the Dayaks, Malays and Madura in Kalimantan in 1997. More recently in Maluku, mass-killings occurred between civilians belonging to two different religious groups. On a smaller scale, anti-Christian violence also occurred in Mataram and anti-Chinese riots in Pekalongan.

The May 1998 Riots of Indonesia were incidents of mass violence that occurred throughout Indonesia, mainly in Medan (4–8 May),  Jakarta (12–15 May), and Solo, and eventually led to the resignation of President Suharto and the fall of the new order government. (13–15 May). The riots were triggered by economic problems including food shortages and mass unemployment.
if you wanna see part of recism in may, 1998 watch this video.....=)